Hukum Taruhan Makanan

Hukum Taruhan Makanan

Hukum makanan dalam Islam dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu halal, haram, syubhat, dan makruh.[1]

Halal (حَلَال) dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang baik, dibolehkan, dan sesuai hukum. Bagi umat Islam, yang dimaksud dengan makanan halal adalah makanan yang diperoleh dan diolah sesuai dengan syariat Islam.[2]

Dalam Islam, perkara yang halal dan haram jelas hukumnya. Sementara perkara yang diragukan halal haramnya disebut sebagai syubhat.[3]

Ada pula makanan yang termasuk kategori makruh, yaitu makanan yang disarankan untuk dihindari.[1]

Hukum makanan dalam Islam diatur di beberapa ayat Al-Qur'an, terutama surah Al-Ma’idah (5): 3-4, yang merinci tentang makanan apa saja yang diharamkan dan dihalalkan. Kemudian ada pula dalam surah Al-Baqarah (2): 168 dan 172 serta An-Nahl (16): 114.[4][5] Perintah Allah untuk mengonsumsi makanan halal secara jelas disebutkan di dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Ma'idah ayat 88.[6] Kehalalan suatu makanan juga ditinjau dari cara memperolehnya.[7]

Mengonsumsi makanan halal merupakan salah satu bentuk keimanan seorang muslim. Allah melarang memakan makanan haram karena berpengaruh terhadap akhlak, watak, sifat, sikap dan perilaku seseorang.[8]

Hukum dasar binatang, binatang ternak dan burung adalah halal untuk dimakan. Makanan yang diharamkan dibedakan menjadi dua. Ada yang diharamkan menurut nash dalam sunnah Rasulullah saw dan ada yang diharamkan menurut ungkapan yang disebutkan dalam Kitabullah. Sejak dulu bangsa Arab telah mengharamkan beberapa jenis makanan dengan alasan bahwa makanan tersebut adalah sesuatu yang buruk. Sementara makanan yang dihalalkan merupakan sesuatu yang baik. Oleh karena itu, dihalalkan makanan yang baik menurut mereka dan diharamkan pula makanan yang buruk menurut mereka, kecuali beberapa jenis makanan yang dikecualikan.[9]

Istilah halal dapat merujuk pada bahan makanan yang boleh digunakan, dilakukan (terkait proses pengolahan) atau diusahakan (terkait proses perolehan) serta terbebas dari berbagai hal yang berbahaya atau dilarang. Kebalikannya, istilah haram (حَرَامْ) merujuk pada segala bahan makanan yang dilarang untuk digunakan atau dilakukan, baik karena kandungan zat di dalamnya maupun cara memperolehnya.[10]

Sebenarnya perkara halal dan haram merupakan istilah universal yang berlaku dalam semua aspek kehidupan. Tidak hanya berlaku untuk produk makanan tetapi juga untuk produk selain makanan, seperti kosmetik, produk perawatan tubuh, obat-obatan dan sebagainya.[11]

Sebagai jaminan atas kehalalan suatu produk, setiap produk harus tersertifikasi halal. Di Indonesia, proses sertifikasi halal diatur oleh Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Sebelumnya, jaminan produk halal (JPH) dilakukan oleh masyarakat dan bersifat sukarela. Dengan adanya undang-undang tersebut, tugas JPH beralih dan menjadi tanggung jawab pemerintah (negara) dan bersifat wajib.[12]

Status keharaman makanan dan minuman bisa berubah menjadi halal dalam kondisi darurat, misalnya ketika seseorang tersesat di hutan dan tidak menemukan makanan halal. Dalam kondisi darurat, hal ini berlaku mutlak dengan maksud untuk bertahan hidup agar tidak mati kelaparan. Jika masih ada sumber makanan lain yang halal, makanan yang haram hukumnya tetap haram.[13]

Selain istilah halal, ada juga istilah thayyib yang berarti memiliki kualitas yang baik dan menyehatkan. Makanan yang thayyib juga harus aman dikonsumsi, tidak beracun dan tidak memabukkan. Oleh karena itu, setiap muslim diharuskan untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thayyib.[14][15]

Makanan merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan dalam Islam karena bukan hanya berpengaruh terhadap kondisi tubuh dan kesehatan, tetapi juga dikabulkan tidaknya suatu doa. Secara garis besar, makanan halal memiliki beberapa kriteria yang wajib diperhatikan, yaitu halal karena zatnya, halal dari cara mendapatkannya, halal dari memprosesnya dan halal dari segi penyimpanan serta penyajiannya.[16]

Makanan halal adalah makanan yang terbuat dari hewan dan tumbuhan yang halal dimakan. Ada pun bahan-bahan yang diharamkan antara lain:

Makanan yang telah memenuhi kriteria halal dari sisi bahan, bisa dihukumi sebagai haram jika cara memperolehnya tidak baik, misalnya makanan yang didapat dengan uang hasil, mencuri, perbuatan zina, menipu, hasil riba, korupsi dan sebagainya.[16]

Makanan yang halal harus diproses dengan cara yang halal dan tidak tercampur dengan sesuatu yang haram. Dengan demikian, peralatan masak yang digunakan untuk memasak makanan haram tidak boleh digunakan bersamaan karena akan membuat makanan yang halal menjadi haram.[16]

Proses penyimpanan makanan halal tidak boleh dijadikan satu tempat dengan makanan haram. Selain itu, menyajikan makanan halal tidak boleh menggunakan peralatan makan yang diharamkan, seperti menggunakan alat makan yang terbuat dari emas.[16]

Selain halal, makanan yang dikonsumsi juga harus thayyib (baik dikonsumsi). Para ulama berbeda pendapat mengenai kriteria makanan yang disebut thayyib. Namun, setidaknya ada tiga pendapat umum ulama mengenai hal ini, yaitu makanan yang tidak membahayakan fisik maupun akal (pendapat Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirul Quranil 'Adzim), makanan yang mengundang selera (pendapat Imam Syafi'i dan ulama lainnya) dan makanan yang halal serta tidak najis (pendapat Imam Malik dan Imam Atthabari).[18]

Syubhat adalah perkara yang ketentuan hukumnya diragukan, apakah termasuk halal atau haram. Dalam Islam, jika suatu perkara tidak jelas status hukumnya, perkara tersebut sebaiknya ditinggalkan agar tidak terjatuh pada perkara haram. Pada pengertian yang lebih luas, syubhat adalah sesuatu yang tidak jelas kebenarannya sehingga masih mengandung kemungkinan benar atau salah.[3]

Menurut ulama mazhab Syafi'i, Muhammad bin Ibrahim Ibnu Mundzir an-Naisaburi (242-318 H), perkara syubhat dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, sesuatu yang haram bercampur dengan yang halal. Misalnya, buah hasil curian (termasuk makanan haram) bercampur dengan buah halal lainnya dalam satu keranjang. Buah tersebut tergolong syubhat karena tidak jelas mana yang buah haram dan halal.[3]

Kedua, perkara halal, lalu muncul keraguan. Misalnya, produk-produk makanan olahan yang berasal dari negara mayoritas nonmuslim. Produk-produk tersebut tergolong makanan syubhat karena meskipun bahan dan barang produknya halal dan suci, apabila proses pengolahannya tercampur dengan bahan-bahan haram menjadi tidak halal. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang pengolahan bahan pangan, mengetahui kehalalan suatu produk makanan dan minuman bukan perkara mudah sehingga menimbulkan keraguan.[3][19]

Ketiga, perkara yang belum jelas status halal atau haramnya. Misalnya, ketika seseorang bepergian ke wilayah yang mayoritas penduduknya nonmuslim dan ia makan di restoran yang ada di wilayah tersebut.[3]

Secara bahasa, makruh artinya sesuatu yang dibenci. Makruh merupakan perkara yang dilarang tetapi larangan tersebut bersifat tidak pasti. Suatu perbuatan dikatakan makruh apabila ditinggalkan dirasa lebih baik daripada mengerjakannya. Misalnya, berkumur atau memasukkan air ke hidung secara berlebihan saat puasa Ramadan.[20]

Makruh dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu makruh tahrim dan makruh tanzih. Makruh tahrim adalah sesuatu yang secara pasti dilarang oleh syariat, seperti larangan memakai perhiasan emas bagi laki-laki. Sementara makruh tanzih adalah sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya tetapi larangan tersebut bersifat tidak pasti, seperti memakan daging kuda ketika dalam kondisi perang, mengonsumsi makanan berbau menyengat (petai, jengkol, bawang putih dan sebagainya), meniup makanan dan minuman panas, minum sambil berdiri dan lain-lain.[20][21]

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pada masa Rasulullah pernah ada larangan memakan daging kuda tetapi sifatnya sementara karena kebutuhan kondisional saat itu, di mana kuda menjadi bagian dari alat perang. Ada pun kalangan ulama yang memakruhkan adalah ulama Hanafiyah, termasuk Abu Hanifah sendiri dan dua murid dekatnya, Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani.[22]

Memakan makanan berbau menyengat dan tidak sedap dikategorikan sebagai makruh apabila dimakan ketika hendak salat berjamaah di masjid. Bau yang menyengat dari makanan tersebut akan menyakiti atau mengganggu kenyamanan jamaah lain yang hendak beribadah.[21]

Status makruh pada makanan dan minuman yang ditiup, utamanya berasal dari anjuran Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari yang berbunyi, "Apabila kalian minum, janganlah bernafas di dalam suatu wadah, dan ketika buang hajat, janganlah menyentuh kemaluan dengan tangan kanan". Lebih lanjut, Imam al-Munawi menjelaskan alasan meniup makanan dan minuman panas dimakruhkan agar tidak mengubah aroma makanan dan minuman akibat bau mulut orang yang meniupnya. Penjelasan ini dinilai masuk akal dan lebih bersifat akhlak serta etika karena pada masa itu, meniup makanan agar cepat dingin menandakan bahwa orang tersebut rakus dan tidak sabar.[23]

Tidak ada dalil, baik dalam Al-Quran maupun hadis, yang secara sahih dan tegas menjelaskan tentang keharaman mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan yang hidup di dua alam (hewan amfibi), kecuali katak. Para ulama pun berbeda pendapat terkait hal ini. Ulama Malikiyah memperbolehkannya secara mutlak, termasuk katak, kura-kura atau penyu dan kepiting. Ulama Syafi'iyah memperbolehkan secara mutlak, kecuali katak. Burung air dihalalkan asalkan disembelih sesuai syariat Islam. Sementara hewan yang sejenisnya di darat tidak dimakan atau tidak ada hewan sejenisnya di darat, hukumnya haram, seperti anjing laut, babi laut, katak, ular, buaya, penyu dan kepiting. Ulama mazhab Hambali berpandangan bahwa hewan yang hidup di dua alam tidak halal dimakan, kecuali sudah melalui jalan penyembelihan. Kepiting diperbolehkan karena termasuk hewan yang tidak memiliki darah. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hewan yang hidup di dua alam itu haram dan hewan air yang halal hanya ikan.[24][25]

Adz-dzakah memiliki makna membuat baik dan wangi. Penyembelihan disebut adz-dzakah karena diperbolehkannya penyembelihan secara syariat untuk membuatnya menjadi baik. Penyembelihan hewan dapat dilakukan secara dzabh maupun nahr. Semua hewan yang hendak dimakan harus disembelih terlebih dulu, kecuali ikan dan belalang.[26]

Dzabh adalah penyembelihan yang dilakukan dengan memotong tenggorokan, kerongkongan dan kedua urat leher hewan. Cara penyembelihannya adalah hewan direbahkan di atas lambung kirinya dan dihadapkan ke kiblat. Selanjutnya penyembelih menyebut "Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar" lalu memotong tenggorokan, kerongkongan dan dua urat leher hewan dengan pisau yang tajam.[27]

Nahr adalah penyembelihan yang dilakukan dengan cara menusuk hewan pada bagian pangkal leher yang terdekat dengan dada (libbah). Penyembelihan secara nahr biasa dilakukan pada unta. Posisi ini memungkinkan alat penyembelihan mengenai jantung sehingga binatang yang akan disembelih mati dengan cepat. Cara penyembelihan dilakukan dengan cara mengikat kaki kiri depan dalam keadaan berdiri. Kemudian penyembelih menusuknya pada bagian libbah dengan membaca "Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar".[27]

Berburu hewan halal yang secara alami masih liar dan sulit ditangkap, kecuali dengan cara tertentu disebut ash-shaid. Hukum berburu adalah mubah (Qur'an Al-Ma’idah:2), kecuali untuk hewan-hewan yang diharamkan. Hal ini berlaku untuk hewan laut dan hewan darat, kecuali dalam keadaan ihram. Berburu diperbolehkan apabila diniatkan untuk penyembelihan. Jika tidak demikian, berburu diharamkan karena merusak dan membunuh hewan tanpa suatu alasan.[30]

Para ulama sepakat bahwa hewan yang boleh diburu adalah binatang laut (berupa ikan dan sejenisnya) dan binatang darat yang halal dimakan serta bukan piaraan. Alat-alat yang boleh digunakan untuk berburu ada yang disepakati bersama dan ada yang diperselisihkan berikut sifat-sifatnya. Alat-alat yang disepakati bersama boleh digunakan untuk berburu antara lain binatang yang dapat melukai (dianjurkan untuk menggunakan hewan-hewan yang sudah terlatih), besi tajam (tombak, pedang dan anak panah) dan benda tumpul (batu, kayu dan sebagainya). Mengenai penggunaan benda tumpul, seperti batu, kayu dan sebagainya, para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya benda-benda tersebut digunakan untuk berburu. Sebagian ulama membolehkannya, kecuali jika hewan bisa disembelih. Sebagian ulama membolehkannya secara mutlak, sebagian lainnya membedakan benda-benda tersebut menjadi benda-benda yang dapat menembus tubuh hewan buruan dan yang tidak bisa menembus. Jika menggunakan benda yang bisa menembus, hewan buruan tersebut boleh dimakan. Begitu pula sebaliknya. Pendapat terakhir inilah yang didukung oleh para ulama ahli fikih terkenal di berbagai kota, seperti Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Ahmad, Ats-Tsauri dan sebagainya. Menurut mereka, jika tidak menggunakan benda tajam, sembelihan itu tidak sah.[31]

Sebagaimana halnya penyembelihan, pemburu yang menangkap hewan buruan haruslah seorang muslim atau ahli kitab.[32] Jika berburu dilakukan menggunakan hewan pemangsa, seperti rajawali, elang, anjing, harimau dan hewan lain yang dapat dilatih untuk berburu, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Orang yang berihram tidak boleh membunuh hewan buruan darat, menangkap atau menunjuknya agar ditangkap, kecuali hewan berbahaya yang biasanya menyerang, seperti singa, serigala, ular, tikus, kalajengking dan anjing buas. Namun, mereka diperkenankan membunuh semua hewan laut, menyembelih hewan ternak yang jinak (misalnya, unta, sapi dan kambing) dan menyembelih unggas yang tidak terbang (misalnya, ayam). Ada pun dalil mazhab Hanafi yang membolehkan orang yang berihram memakan semua hewan buruan yang ditangkap oleh orang lain yang tidak sedang ihram berasal dari hadis Abu Qatadah. Sementara jumhur yang berpendapat mengenai diharamkannya orang yang berihram memakan daging hewan buruan darat yang ditangkapkan untuknya berasal dari hadis ash-Sha'ab bin Jatstsamah.[33].

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh; sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa, 'Wahai Tuhanku! Wahai Tuhanku!'. Padahal makanannya dari barang yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram. Maka, bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?" (HR Muslim no.1015).[34]

Tujuan dan tugas manusia semasa hidup adalah untuk beribadah dan mengabdi pada Allah (Qur'an Az-Zariyat:56). Oleh karena itu, agar ibadah dan doa seorang hamba dapat diterima oleh Allah, ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thayyib sebagai bagian dari syarat diterimanya ibadah dan doa.[34]

Pada tahun 2008, pasar halal global diperkirakan telah mencapai nilai pasar sebesar US$ 580 miliar per tahun dengan industri makanan halal meningkat sebesar 7% setiap tahunnya. Peningkatan ini didukung oleh pertumbuhan penduduk muslim dan peningkatan kesejahteraan hidup mereka di seluruh dunia. Pertumbuhan pasar halal global juga didukung oleh peningkatan semangat beragama dan keyakinan bahwa produk halal lebih bersih dan sehat.

Main Poker tanpa Taruhan, boleh?

Pada pembahasan tentang dadu telah kita kupas bahwa bermain dadu hukum terlarang, baik dengan tahuran maupun tanpa taruhan. Artikelnya bisa anda simak di: Hukum Main Dadu

Salah satu diantara kesimpulan dalam artikel itu, bahwa para sahabat menilai permainan dadu sebagai perjuadian, meskipun tanpa taruhan.

Hal yang sama juga terjadi pada permainan kartu. Di masa silam, belum ada yang namanya kertas. Alat tulis mereka yang lunak adalah daun atau semacamnya. Mengingat keterbatasan ini, masyarakat di masa itu belum mengenal permainan kartu. Sehingga kita tidak menjumpai keterangan dari para sahabat atau tabiin tentang permainan kartu, karena masyarakat belum mengenal perjudian dengan kartu.

Karena itulah, dalam menghukumi permainan kartu, para ulama kontemporer meng-analogikannya dengan hukum permainan dadu. (Hukmu As-Syar’ fi La’bil waraq, hlm. 18).

Berikut beberapa fatwa mereka tentang permainan kartu

Pertama, Fatwa Imam Ibnu Baz

Beliau ditanya tentang hukum main catur dan main kartu. Jawaban berliau,

Tidak boleh melakukan dua permainan ini atau yang semisalnya. karena keduanya merupakan benda yang melalaikan, menghalangi orang untuk berdizkir dan mengerjakan shalat, serta menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak benar. Disamping itu bisa memicu timbulnya kebencian dan permusuhan. Ini jika permainan ini dilakukan tanpa taruhan. Dan jika dengan taruhan harta maka status haramnya lebih berat. Karena perbuatan ini termasuk judi, yang kita sepakat hukumnya terlarang. Allahu Waliyyut Taufiq. (Fatawa islamiyah, 3/372)

Kedua, Fatwa Imam Ibnu Utsaimin

Beliau pernah memberi keterangan tentang Permainan kartu. Beliau menyatakan:

Para ulama menegaskan – diantaranya – Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah, bahwa permainan kartu hukumnya haram. Alasan pengharaman ini adalah karena permainan ini sangat melalaikan. Demikian pula telah diterbitkan Fatwa dari Lajnah Daimah di Riyadh, bahwa permainan kartu hukumnya haram. (Hukmu As-Syar’ fi La’bil waraq, hlm. 49)

Ketiga Fatwa Dr. Sholeh Al-Fauzan

Beliau ditanya tentang permainan catur atau kartu tanpa taruhan uang. Jawaban beliau,

Selayaknya seorang muslim menghindari perkara picisan dan perbuatan sia-sia. Dan dia sibukkan dirinya untuk hal yang bermanfaat dan menjaga waktunya dari hal yang tidak ada manfaatnya.

– kemudian beliau berbicara tentang catur, kemudian beliau lanjutkan – ;

Demikian pula permainan kartu, permainan semacam ini, jika dengan taruhan maka statusnya judi yang Allah gandengkan di Al-Quran dengan khamr. Allah sampaikan bahwa judi itu najis maknawi, perbuatan setan. Allah juga sebutkan bahwa judi merupakan alat setan untuk menciptakan permusuhan di kalangan manusia. Jelas itu perbuatan haram, sangat keras haramnya.

Jika permainan kartu dilakukan tabpa taruhan, hukumnya juga haram, karena permainan ini menyia-nyiakan waktu manusia, dan terkadang sampai bergadang untuk menyelesaikan permainan ini, meninggalkan shalat subuh berjamaah atau bahwa tidak shalat subuh pada waktunya. Dan terkadang harus bergabung dengan komunitas orang-orang yang tidak tahu sopan santun untuk melakukan permainan ini. kemudian di tengah-tengah permainan ada omong jorok, mencaci teman, dan semacamnya, seperti yang kita ketahui bersama.

Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk menghindari permainan rendahan semacam ini, yang menyita banyak waktunya sia-sia. (Nur ‘Ala Ad-Darbi, Fatawa hlm. 102 – 103).

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

🔍 Sholat Di Perjalanan, Siapakah Imam Mahdi Dan Dajjal, Larangan Suami Ketika Istri Hamil Menurut Islam, Bolehkah Tahajud Berjamaah, Tata Cara Sholat Sunnah Awwabin, Cara Puaskan Suami Diatas Ranjang

Visited 306 times, 6 visit(s) today

Assaalamu’alaikum Ustadz.

Saya sangat gemar dengan batminton, ada beberapa pertanyaan yang terkait dengan kegemaran saya tersebut, diantaranya:

1. Yang kalah membayar 3 kaleng minuman, 1 untuk wasit 2 untuk pemain yang menang. bagaimana hukumnya. (kadang2 yang kalah juga membayar jumlah kok yang dipakai)

2. Sekarang berkembang lagi, karena tiap indifidu butuh patner yang andal dalam bermain, maka kami menggundang pemain yang tentunya kami bayar, hal tersebut juga kami bebankan kepada yang kalah. bagiamana juga hukumnya.

menurut saya uang tersebut halal, karena saya bukan mengadu nasib seperti judi kartu dll. karena disitu ada usaha saya untuk selalu menang dan saya butuh uang tersebut untuk makan minumnya dan membayar pelatih saya dan bayar lapangan. Kalau memang tidak halal harus diapakan uang tersebut.

Terimakasih Ustadz atas perhatianya.

mohon jawabannya. agar hati saya tidak gundah.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Pardianto yang dirahmati Allah swt

Pada dasarnya musabaqoh (perlombaan) merupakan perkara yang disyariatkan manakala ia dapat membantunya didalam berjihad di jalan Allah swt, baik jihad dengan ilmu maupun jihad dengan kekuatan fisiknya ; seperti : perlombaan lari, berkuda, bergulat, sepak bola, bulu tangkis atau olah raga pada umumnya.

Jumhur ulama membolehkan perlombaan yang tidak menyediakan hadiah bagi pemenangnya sebagaimana riwayat Abu Daud dari Aisyah bahwa dirinya bersama Nabi saw saat safar (bepergian). Aisyah berkata,”Aku mendahului beliau saw dan aku pun mengalahkan beliau saw dengan berlari. Tatkala badanku mulai gemuk aku mencoba mendahului beliau saw namun beliau saw mengalahkanku.’ Beliau saw bersabda,’Inilah balasanku.’

Adapun apa yang anda dan teman-teman anda lakukan didalam permainan bulu tangkis dengan mengharuskan pihak yang kalah membeli 2 kaleng minuman untuk pihak yang menang dan 1 kaleng minuman untuk wasit atau pihak yang kalah membayar pemain tamu yang ikut bermain maka kedua jenis tersebut termasuk kedalam perjudian yang diharamkan dilihat dari dua sisi :

1. Adanya dua kemungkinan yaitu mendapatkan keuntungan atau kerugian pada setiap pemain. Jika dirinya menang maka ia akan mendapatkan keuntungan yaitu 2 kaleng minuman dari pihak yang kalah dan jika dirinya kalah maka dirinya akan membayarkan 2 kaleng minuman kepada pihak yang menang dan 1 kaleng kepada wasit. Para fuqaha berpendapat bahwa hadiah berupa taruhan yang diambil dari kedua pihak yang berlomba tidaklah diperbolehkan dan termasuk kedalam judi yang diharamkan karena setiap dari kedua orang yang bertanding itu tidaklah luput dari untung atau rugi. (baca : Lomba Burung Berkicau)

2. Biaya pertandingan, seperti : memberikan 1 kaleng minuman kepada wasit, membayar pemain undangan, pelatih, sewa lapangan yang dibebankan kepada pihak atau pemain yang kalah maka ini juga termasuk judi yang diharamkan dan uang untuk pembayaran tersebut termasuk suap. Markaz al Fatwa dalam fatwanya No. 45064 : “Para ulama berpendapat bahwa apabila pihak yang kalah didalam suatu pertandingan membayarkan biaya permainan maka ia adalah haram karena bersifat boros dan menyia-nyiakan harta didalam pembelanjaannya pada suatu permainan dan perlombaan, meminta bayaran (dari phak yang kalah, pen) didalam suatu pertandingan adalah tansaksi yang batil sedangkan hasil yang diambil darinya termasuk kedalam bentuk suap, memakan harta dengan cara yang batil serta termasuk dosa besar dan perjudian yang diharamkan.

Jika memang uang yang didapat dari pertandingan seperti itu masih ada pada kalian saat ini maka kalian diharuskan mengembalikannya kepada teman-teman anda yang kalah.

Jadi hendaklah anda bertaubat kepada Allah swt lalu menyudahi dan tidak mengulangi lagi bentuk pertandingan dengan model seperti itu dikarenakan adanya pelanggaran terhadap aturan Allah swt. Bermainlah sebagaimana tujuan dari olah raga itu sendiri yaitu untuk menambah kebugaran, kesehatan dan kekuatan yang dapat menunjang ibadah-ibadah anda kepada Allah swt. Jika memang kalian membutuhkan pembiayaan permainan seperti : makan, minum, sewa lapangan, membayar pelatih atau partner undangan maka ambilah dari sedekah mereka yang ikut bermain atau donatur akan tetapi jangan dibebankan kepada yang kalah.

Hukum Main Poker Online tanpa Taruhan

Saat ini sedang rame main poker online. Ada satu situs yg sedang ngetrend nyediain layanan poker online dgn deposit, yg tntunya u/ taruhan. Mainnya sih asik, mnantang n bs menang dapet grandprice dg nambah deposit. Bgmn tanggapan islam tntang itu? Trim’s

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Dari kasus yang anda sampaikan, menunjukkan bahwa praktek itu termasuk judi karena ada unsur taruhan dan unsur menang – kalah. Pemenang mendapatkan hadiah grandprice yang sejatinya diambil dari deposit yang disetorkan oleh peserta. Kita punya kaidah :

“Setiap permainan yang mana setiap peserta pasti menghadapi 2 pilihan: Utung dan buntung maka itu judi.”

Allah berfirman, menjelaskan keburukan judi,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Mengapa kamu tidak berhenti (dari perbuatan itu?).

Ada 7 bentuk celaan Allah terhadap judi dan khamr dalam ayat di atas:

Hukum Bermain Kartu Bridge Dengan Taruhan Dan Tanpa Taruhan

PERMAINAN KARTU BRIDGE

Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami seringkali bermain bridge bersama rekan-rekan, dimana pemenangnya mendapat 200 riyal dari masing-masing pemain. Apakah hal itu diharamkan dan termasuk dalam perjudian ?

Jawaban. Permainan seperti itu adalah permainan yang diharamkan dan termasuk dalam jenis perjudian, sedangkan perjudian adalah sesuatu yang diharamkan agama sebagaimana firman Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. [Al-Maidah/5 : 90-91]

Maka setiap muslim wajib menjauhi permainan seperti itu yang termasuk dalam jenis perjudian, agar mereka mendapat kemenangan, kebaikan dan keselamatan dari berbagai macam keburukan yang ditimbulkan oleh permainan judi sebagaimana disebutkan dalam kedua ayat di atas.

[Kitab Ad-Dakwah Al-Fatawa, hal. 237,238 Syaikh Ibn Baz]

HUKUM BERMAIN KARTU TANPA TARUHAN

Oleh Al-Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta.

Pertanyaan Al-Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Bila permainan kartu tidak membuat lalai dari shalat dan tanpa memberi sejumlah uang (bertaruh) apakah itu termasuk hal yang diharamkan ?

Jawaban Tidak boleh bermain kartu meskipun tanpa bertaruh karena pada hakikatnya permainan tersebut membuat kita lalai untuk mengingat Allah dan melalaikan shalat, walaupun sebagian orang menduga atau menganggap bahwa permainan itu tidak menghalangi dzikir dan shalat. Selain itu, permainan tersebut merupakan sarana untuk berjudi yang merupakan sesuatu yang patut diajuhi, sebagaimana firman Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan“.[Al-Maidah/5 : 90]

Semoga Allah memberi petunjuk. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

[Fatawa Al-Islamiyah, Al-Lajnah Ad-Da’imah 4/435]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

Kumpulan tanya jawab agama Islam (2) yang diajukan oleh pembaca alkhoirot.net.

Assalamualaikum Ustadz.,

ana mau bertanya Ustadz,tentang hukum halal haram.

Ana bergaul/ataupun menyewa tempat tinggal beramai-ramai alasan biar harga sewa murah.

tentu setiap kebiasaan pribadi berbeda-beda. Contoh teman Ana selalu suka membeli TOGEL/judi nombor slalunya tepat.

1. Ana tanyakan, Apakah hukum menerima makanan yg dibeli dng uang judi tersebut?

2. seandainya di tolak selalu mengatakan bahwa kita orang suci tak mau makan makanan hasil togel.

Salah satu cara untuk menjadi pribadi muslim yang lebih baik adalah memilih pergaulan yang kondusif yang dapat membawa kita pada standar etika dan moral yang lebih tinggi. Kecuali apabila kita memiliki pribadi dan komitmen keagamaan yang sangat kuat yang berniat untuk mempengaruhi lingkungan dan tidak kuatir dipengaruhi. Anda tampaknya termasuk golongan yang pertama yang sebaiknya mencari lingkungan pergaulan yang kondusif.

1. Hukum memakan makanan yang jelas berasal dari uang judi adalah haram. Dalam QS Al-Mukminun 23:51 Allah berfirman: يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحاً

Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dalam menjelaskan ayat di atas, dalam sebuah hadits sahih riwayat Muslim Nabi bersabda: إن الله طيب لا يقبل إلا طيباً، وإن الله تعالى أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين

Artinya: Allah itu baik dan tidak meneirma kecuali kebaikan. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sama dengan apa yang diperintahkan pada para Rasul.

Dalam QS Al Baqarah 2:172 Allah berfirman: يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.

Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang yang memakan makanan haram maka doa dan ibadahnya tidak akan diterima.

Al Khirsi dalam Hasyiyah Al-Udwa menyatakan: ومن كان كل ماله من الحرام، فيحرم أخذ شيء منه، وكذا إذا عُلم أن طعامه اشتراه بعين الحرام

Artinya: Barangsiapa yang seluruh hartanya berasal dari harta haram maka haram pula mengambil sesuatu darinya. Begitu juga apabila diketahui bahwa makanan yang dibeli berasal dari uang haram.

Akan tetapi apabila uang atau harta yang dipakai untuk membeli makanan itu berasal dari uang campuran antara halal dan haram, maka hukumnya makruh memakan makanannya. Lebih detail lihat:

Pelaku dosa harus bertaubat dengan taubat nasuha. Baca detail:

2. Komitmen pada agama harus mengalahkan komitmen kepada teman. Bahkan pada orang tua sekalipun apabila mereka menyuruh berbuat yang buruk, maka perintah orang tua harus dilanggar.

____________________________________________________________

Ass. Ustadz saya mau tanya ,

apakah sah atau tidak apabila bernazar atau bersumpah di dalam hati tanpa diteguhkan atau diniatkan oleh hati sendiri dengan sebenar-benarnya , terimakasih

Nazar baru terjadi apabila diucapkan secara lisan. Apabila masih dalam hati maka nadzarnya tidak terjadi. Artinya, Anda tidak perlu memenuhi atau melaksanakan nadzar yang belum diucapkan dalam bentuk kata-kata. Lebih detail:

______________________________________________________________

Assalamualaikum wr.wb

Pak ustadz,,apakah dengan meminta maaf secara tulus dan ikhlas kepada orang yang bersangkutan, dosa kita kepada orang tersebut akan diampuni oleh Allah SWT,walaupun kita tidak mengungkapkan kesalahan kita satu persatu pada orang tersebut.

Wassalamualaikum wr.wb.

Haqqul adami (hak sesama manusia) ada dua kategori. Pertama, Hak yang terkait dengan harta benda yang dapat dilunasi atau dibayar seperti hutang, atau mencuri. Dalam kasus ini, maka hak-hak tersebut harus ditunaikan atau dipenuhi pada yang berhak.

Kedua, hak yang terkait dengan sesuatu yang tidak dapat dibayar/dilunasi seperti pernah ghibah (Jawa, ngerasani), pernah memfitnah, membohongi, pernah berkata buruk tentang dia, dll. Dalam kasus ini maka meminta maaf secara umum dengan tulus sudah cukup dan tidak perlu mengatakan kesalahan yang dilakukan secara detail. Ini adalah pendapat segolongan ulama yang mengatakan : وإن كان مما لا يستوفى كالغيبة والنميمة والكذب ونحو ذلك، فيكتفي بالدعاء له والاستغفار وذكره بخير

Artinya: Dosa/kesalahan yang tidak dapat dibayar/dilunasi seperti ghibah, memfitnah, berbohong terhadap seseorang, maka cukup dengan mendoakan, meminta maaf dan menyebut kebaikannya.

Namun pendapat jumhur ulama madzhab tetap mewajibkan menyebut kesalahan yang dilakukan selain meminta maaf sebagai syarat meminta maaf atas kesalahan pada manusia yang lain (hak adami) baik dapat dilunasi atau nonmateri. Ini pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki, Syafi'i dan Hanafi). Dasar hukum yang diambil adalah hadtis sahih riwayat Bukhari

من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

Artinya: Barangsiapa mempunyai kesalahan pada saudaranya (sesama manusia) yang menyinggung harga diri atau harta maka hendaknya meminta maaaf (meminta dibebaskan). Apabila dia memiliki amal salih, maka amalnya akan diambil menurut kadar kesalahannya. Apabila dia tidak punya kebaikan, maka diambillah keburukan saudaranya itu menjadi tanggungannya.

Menurut hemat kami, meminta maaf secara umum adalah yang terbaik karena kalau disebutkan secara detail kesalahan yang dilakukan berpotensi akan semakin memperburuk suasana. Namun apabila dengan menyebutkan kesalahan itu secara detail tidak pihak yang dimintai maaf, maka itu akan lebih ideal.

_______________________________________________________________

Saya ZA saya mau tanya,seorang suami yg selalu merantau meninggalkan istri dan anak untuk mencari nafkah di luar negeri 1 thn sekali balik. Karena di jaman sekarang yg serba canggih ini org dapat berhubungan dg org lain melalui internet, jadi akhirnya sang suami banyak mempunyai kawan2 trutama perempuan, oleh karena sang istri mengetahui semua kejadian sang suami alami, akhirnya istri marah dan selalu mencaci maki padahal suami sudah minta maaf dan tidak lagi berbuat seperti dulu. tapi istri tetap saja tdk mau menerima kenyataan.

Yang saya tanyakan apakah seorang istri bisa masuk sorga tanpa ridonya sang suami.

Suami adalah pemimpin rumah tangga yang harus ditaati oleh istri selagi kepemimpinannya tidak bertentangan dengan syariah. Namun seuami juga perlu menampilkan dirinya sebagai sosok pemimpin yang memang layak dihormati.

Sikap istri Anda yang tidak mau memaafkan Anda itu dalam satu sisi justru positif karena itu artinya dia sangat mencintai Anda. Dan karena itu Anda sebaiknya menghadap seorang yang dapat dimintai nasehat dan meminta saran kepadanya agar istri Anda dapat memaafkan dan rumah tangga Anda dapat kembali normal.

Soal istri yang tidak bisa masuk surga, lihat artikel:

___________________________________________________________________

Assalamu'alaikum wr wb

Pada waktu SMA dan aktif di Sie Kerohanian Islam saya dikenalkan dengan

& Rotib al haddad dibaca setiap jum'at ba'da maghrib...sehingga sy merasa menyatu dgn rotib al haddad tsb. hingga sy di tunjuk teman2 untuk memimpin pembacaan rotib.

terlepas dari itu semua background ke islaman saya adalah Muhammadiyah ...

__________________________________________________________

salam. saya mau tanya ! sya menderita penyakit was was akhir2 ini entah kenapa, rasa-rasanya merasa bersalah terus dengan Allah dan Raasulnya...padalah gara2nya cuman kebaca kalimat2 yg menghina Allah dan nabi,,pdhl hati mnyangkal mngatakan itu,namun trus aja menghantui saya dg kata2 yg kurang sopan,,

sya sdh brusaha menambah aktifitas keagamaan, namun masih ada terlintas bisikan itu hingga akhirnya tiap hari saya mnyesal, apakah saya termaasuk orang yg beerdosa bsar kpd Allah ,pdhl sya sangt ingin mhilangkannya wassalm

mohon di jawab ustadz

Kalau memang kata-kata penghinaan yang keluar itu tidak disengaja dan di luar kendali Anda, maka tidak apa-apa. Nabi bersabda dalam sebuah hadits: رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبي حتى يبلغ، وعن المجنون حتى يعقل

Artinya: Ada 3 keadaan yang apabila melakukan kesalahan tidak dicatat: orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai akil baligh, orang gila sampai sembuh.

Namun, begitu ingat Anda hendaknya segera mengucap istighfar kepada Allah.

Akan tetapi karena yang terjadi pada Anda itu semacam penyakit, maka idealnya Anda berkonsultasi ke psikiater atau psikolog untuk mendapat terapi. Di sampng rajin ibadah shalat yang 5 waktu plus

untuk meminta kesembuhan.

_________________________________________

assalamualaikum wr.wb

ustadz aaya pemuda berumur 19 tahun yang sering melakukan maksiat yaitu berupa menjalin hubungan dengan lawan jenis yang disebut pacaran. tp saya suatu ketika pernah mengingkari keharaman dari pacaran tersebut. dan saya tau apabila mengingkari hukum dapat menyebabkan murtad.

peryltanyaan saya. -> Topik ini sudah

______________________________________________________

Diantara perkara yang dapat melanggengkan hafalan yaitu meninggalkan kemaksiyatan, Yang saya tanyakan, bagaimana halnya dengan orang non muslim, apakah mereka juga lupa dengan ilmunya? Atau bagaimana? Mohon maaf bila ada kesalahan

Apa yang Anda katakan bahwa berbuat maksiat dapat menghilangkan atau mengurangi hafalan itu betul. Seperti kata sebuah syair yang konon dibuat oleh Imam Syafi'i [1] dalam syairnya

شكوت إلى وكيع سوء حفظي فأرشدني إلى ترك المعاصي أخبرني بأن العلم نور ونور الله لا يُهدى لعاصي

Artinya: Aku melapor pada Waki' tentang buruknya hafalanku / Dia memberi petunjuk agar menjauhi maksiat.

Dia memberitahuku bahwa ilmu itu adalah cahaya / Dan cahaya Allah tidak diberikan pada pelaku maksiat.

Hafalan itu berbeda dengan pemahaman. Hafalan membutuhkan konsentrasi dan fokus yang sangat tinggi sedang perbuatan maksiat akan dapat mengurangi fokus seseorang karena adanya perasaan dosa dan problema yang lain.

Namun demikian, kita semua tahu bahwa manusia memiliki daya ingat dan daya hafal yang berbeda sejak dia lahir baik dia kafir atau muslim. Orang kafir yang memang ditakdirkan memiliki daya hafal kuat tentu sedikit banyak akan terpengaruh dengan perilaku dosa yang dilakukan, tetapi kekuatan daya hafalnya yang tinggi akan membuatnya tetap mampu untuk melakukan hafalan dengan baik. Begitu juga, seorang muslim yang memiliki daya hafal lemah tetap akan sulit menghafal walaupun dia berusaha tidak melakukan maksiat karena memang IQ yang dimilikinya rendah.

Contoh, si A yang nonmuslim memiliki IQ 130, kalau dia melakukan dosa mungkin akan mengurangi daya hafalnya menjadi, katakalah, 129. Itu masih terhitung tinggi. Sementara si B yang muslim punya IQ di bawah 100. Bagaimanapun taatnya pada ajaran Islam, tetap saja dia tidak akan dapat mengejar daya hafal dan daya ingat yang dimiliki oleh si A yang nonmuslim.

__________________________________________________

Agar Ibadah dan Doa Diterima Allah SWT

1. bagaiamana cara agar ibadah kita diterima oleh Allah SWT?

2. dan bagaimana agar doa kita dikabulkan oleh Allah SWT? ..

Didik (pertanyaan via Facebook.com/alkhoirot)

1. Khusyu' dalam melaksanakan ibadah. Dan ikhlas dalam mengamalkannya.

2. Ada dua unsur penting agar do'a dikabulkan Allah.

Pertama, berdo'a dengan sungguh-sungguh dan resapi makna yang diucapkan.

Kedua, wujudkan apa yang terucap dalam do'a dalam bentuk usaha yang serius dan kerja keras.

[1] Sebagian pendapat menyatakan bahwa syair tersebut dibuat oleh Ali bin Khashram. Bukan Imam Syafi'i. Karena Waki' bukan guru dari Imam Syafi'i.

_____________________________________________________